In Use Stability (Stabilitas Setelah Kemasan Dibuka)

logo stabilitas obat
Pada artikel ini kita akan membahas mengenai in use stability atau biasa dikenal juga sebagai stabilitas produk setelah kemasan dibuka.

Mengapa stabilitas ini penting? Bukannya sudah ada batas kadaluarsa produk?

Mungkin pertanyaan tersebut sempat terfikirkan di kepala kita. Seperti yang kita ketahui kemasan obat tidak hanya untuk sekali penggunaan, namun ada juga kemasan multidose seperti kemasan botol untuk tablet, sirup, dan salep. Batas kadaluarsa produk hanya berlaku ketika kemasan belum dibuka, ketika kemasan sudah dibuka tentu ada pengaruh lingkungan yang mempengaruhi stabilitas obat. Oleh karena itu stabilitas setelah kemasan dibuka perlu diuji untuk menentukan sampai kapan obat masih bisa digunakan setelah kemasan dibuka. BPOM pun mensyaratkan stabilitas setelah kemasan dibuka ini untuk tercantum dalam kemasan.

Lalu bagaimana cara melakukan uji stabilitas produk setelah kemasan dibuka?

Tidak ada pedoman khusus yang tersedia untuk menentukan desain pengujian dan pelaksanaan uji stabilitas untuk menentukan shelf life setelah kemasan dibuka yang seragam. Namun berdasarkan Note for Guidance on In-Use Stability testing of Human Medical Products yang dikeluarkan oleh The European Medicines Agency (EMA) pada tahun 2001 terdapat petunjuk untuk menentukan pemilihan batch, desain pengujian, kondisi penyimpanan saat pengujian, parameter pengujian, prosedur analisis, penyajian hasil, hingga evaluasi. Dosier registrasi untuk produk multidose harus menyertakan data stabilitas setelah kemasan dibuka atau justifikasi mengapa stabilitas setelah kemasan dibuka tidak ditetapkan. Justifikasi ini dapat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

Pemilihan Batch

Jumlah batch yang dilakukan pengujian stabilitas setelah kemasan dibuka adalah sebanyak dua batch dan minimal pada skala pilot. Setidaknya salah satu batch dilakukan pengujian menjelang masa kadaluarsa produk. Namun jika tidak tersedia, salah satu batch harus dilakukan pengujian pada waktu terakhir uji stabilitas yang telah tercapai. Kemasan yang digunakan saat uji stabilitas setelah kemasan dibuka harus ekuivalen dengan kemasan produk yang beredar. Jika produk tersebut memiliki lebih dari satu besar kemasan atau memiliki kekuatan yang berbeda, uji stabilitas setelah kemasan dibuka harus dilakukan pada produk yang memiliki risiko paling besar terjadi perubahan. Pemilihan produk ini harus disertai justifikasi yang kuat.

Desain Pengujian, Kondisi Pengujian, dan Parameter Pengujian

Pengujian dilakukan sesuai dengan kondisi penanganan dan penyimpanan yang diklaim dalam informasi produk dan menggambarkan kondisi penggunaan, misalnya untuk tablet dalam kemasan botol maka kondisi penyimpanan dan pengambilan sampel dilakukan pada kondisi yang tertera dalam informasi produk dan dilakukan buka tutup kemasan setiap hari untuk menggambarkan proses pengambilan obat oleh pasien. Begitu juga untuk sediaan salep, krim, sirup, tetes mata maupun sediaan multidose lainnya. Apabila produk tersebut dilakukan rekonstitusi terlebih dahulu sebelum digunakan seperti sediaan sirup kering, serbuk injeksi dan lainnya, maka perlakuan juga dilakukan sesuai kondisi rekonstitusi yang diklaim dalam informasi produk (misalnya tipe pelarut, cara melarutkan produk, dan kondisi penyimpanan). Apabila dilakukan pada kondisi pengujian yang berbeda harus disertai dengan justifikasi yang kuat.

Sifat fisika, kimia, dan biologi yang sesuai dari produk yang rentan terhadap perubahan selama penyimpanan harus diamati selama periode yang diklaim sebagai masa stabilitas produk setelah kemasan dibuka. Berikut contoh sifat fisika, kimia, dan biologi yang perlu untuk diamati:

  • Sifat fisika: warna, bentuk, kejernihan, ukuran partikel
  • Sifat kimia: kadar zat aktif, pH, kadar pengawet
  • Sifat biologi: jumlah mikroba, sterilitas

Prosedur analisis yang digunakan dalam pengujian harus dijelaskan dan telah divalidasi.

Lalu berapa lama pengujian dilakukan?

Pada prinsipnya pengujian stabilitas setelah kemasan dibuka ini dilakukan sebagai bukti ilmiah klaim yang dicantumkan dalam kemasan produk. Misalnya untuk salep yang akan mencantumkan klaim “dapat digunakan 30 hari setelah kemasan dibuka”, maka pengujian dilakukan selama 30 hari. Untuk produk yang membutuhkan rekonstitusi terlebih dahulu sebelum digunakan, misalnya sirup kering yang akan mencantumkan klaim “dapat digunakan selama 14 hari setelah rekonstitusi” maka pengujian dilakukan selama 14 hari setelah dilakukan rekonstitusi dengan pelarut yang sesuai dengan petunjuk rekonstitusi. Idealnya pengujian dilakukan setiap hari selama rentang waktu klaim yang diajukan, namun apabila tidak memungkinkan maka dapat diatur sedemikian rupa seperti pada pengujian stabilitas biasa hingga titik akhir stabilitas setelah kemasan dibuka yang diklaim.

Sebagai bahan acuan berapa lama lazimnya suatu sediaan dapat digunakan setelah kemasan dibuka dapat kita lihat dalam petunjuk USP untuk penentuan beyond use date (BUD). USP pun telah melakukan update terkait penentuan BUD ini pada bulan September 2019 baik untuk produk steril dan non steril.

Produk-produk non steril memiliki standar BUD sebagai berikut:

  • Sediaan mengandung air tanpa menggunakan pengawet (non-preserved aqueous) selama 14 hari
  • Sediaan mengandung air namun menggunakan pengawet (preserved aqueous) selama 35 hari
  • Sediaan yang tidak mengandung air (nonaqueous dosage form) selama 90 hari
  • Sediaan padat (solid dosage form) selama 180 hari
Sedangkan standar BUD untuk produk-produk steril adalah sebagai berikut:

  1. Kategori 1, yaitu produk steril yang preparasinya tidak dilakukan di ruangan cleanroom.
    • Produk yang termasuk kategori 1 apabila disimpan dalam suhu ruangan yang terkontrol dapat digunakan maksimal 12 jam, sedangkan bila disimpan dalam refrigerator maksimal 24 jam.
  2. Kategori 2 yaitu produk steril yang preparasinya dilakukan di ruangan cleanroom
    • Produk yang termasuk kategori ini masih dibedakan lagi berdasarkan bahan yang direkonstitusi, yaitu sebagai berikut:
      • Produk yang di rekonstitusi secara aseptis, tanpa dilakukan sterilisasi, dan hanya menggunakan bahan steril maka produk dapat digunakan hingga 4 hari bila disimpan dalam suhu ruangan terkontrol, 10 hari dalam refrigerator, dan 45 hari dalam freezer.
      • Produk yang di rekonstitusi secara aseptis, tanpa dilakukan sterilisasi, namun menggunakan satu atau lebih bahan non-steril maka produk dapat digunakan hingga 1 hari bila disimpan dalam suhu ruangan terkontrol, 4 hari dalam refrigerator, dan 45 hari dalam freezer.

Penyajian hasil pengujian dan evaluasi

Hasil uji stabilitas setelah kemasan dibuka disajikan dalam bentuk tabel rekapitulasi. Dapat juga ditambahkan grafik apabila mendukung. Hasil dari uji stabilitas inilah yang menentukan klaim seberapa lama produk dapat digunakan setelah kemasan dibuka maupun setelah dilakukan rekonstitusi. Selain itu, kondisi penyimpanan juga diklaim berdasarkan hasil pengujian ini. Apabila terdapat hasil yang anomali maka diperlukan justifikasi yang kuat.

Demikian pembahasan kali ini mengenai uji stabilitas setelah kemasan dibuka dan sedikit mengenai beyond use date. Uji stabilitas ini menjadi tantangan dan peluang bagi industri farmasi karena stabilitas produk ini akan tercantum di kemasan dan dapat mempengaruhi konsumen dalam membeli produk. Semoga tulisan singkat ini dapat menambah informasi teman-teman semua. Sampai jumpa di tulisan-tulisan saya berikutnya!

 

Referensi:

https://www.ema.europa.eu/en/documents/scientific-guideline/note-guidance-use-stability-testing-human-medicinal-products_en.pdf

https://www.usp.org/sites/default/files/usp/document/our-work/compounding/usp-bud-factsheet.pdf

 

Related Posts

Post a Comment