RAAS (Renin-Angiotensin-Aldosterone System)

Setelah lama tidak menulis karena kesibukan pekerjaan, kangen juga rasanya menulis dan merangkum artikel-artikel yang terkait dengan Farmasi. Niat awal ingin mengingat kembali mekanisme kerja obat-obat antihipertensi, tetapi ada yang “menggoda” saya untuk dibahas. Yak, perhatian saya tertuju ke RAAS, renin-angiotensin-aldosterone system. 

Mengapa RAAS ini “mencuri perhatian” saya?

Sistem renin-angiotensin-aldosterone atau yang sering disingkat RAAS merupakan sistem yang penting dalam mengatur volume darah, keseimbangan elektrolit, dan resistensi vascular sistemik. Sehingga sistem ini menjadi penting untuk dipahami sebelum memahami mekanisme kerja obat-obat antihipertensi, karena terdapat obat-obat hipertensi yang bekerja dengan mempengaruhi sistem renin-angiotensin-aldosterone ini seperti golongan ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) dan golongan ARB (angiotensin receptor blocker). Sesuai dengan namanya RAAS terkait dengan 3 komponen utama, yaitu renin, angiotensin II, dan aldosterone, dimana ketiganya berperan dalam peningkatan tekanan arteri sebagai respon adanya penurunan tekanan darah ginjal, pengiriman garam ke tubulus distal, dan beta agonisme. RAAS melibatkan beberapa sistem organ terutama ginjal, paru-paru, pembuluh darah, korteks adrenal, dan otak.

Mekanisme renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS)

RAAS merupakan mediator krusial untuk fisiologi jantung, pembuluh darah, dan ginjal melalui pengaturan ritme vaskuler dan homeostasis air dan garam. Karena fungsi fisiologisnya tersebut, RAAS berperan penting dalam patofisiologi hipertensi, gagal jantung, penyakit cardiovascular lain, serta gangguan ginjal. Sehingga penghambatan RAAS yang overaktivasi sangat bermanfaat bagi penderita penyakit kardiovaskuler dan ginjal.

sistem renin angiotensin aldosterone dan pengaruhnya pada tekanan darah


Sesuai gambar di atas, secara garis besar ketika terdapat kondisi seperti penurunan perfusi ginjal atau berkurangnya jumlah natrium di tubular ginjal akan memicu ginjal untuk mengeluarkan enzim renin. Enzim renin tersebut mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh ACE (Angiotensin-Converting Enzyme). Angiotensin II kemudian dapat berikatan dengan reseptor angiotensin II menyebabkan beberapa efek sebagai berikut:

  • Stimulasi saraf simpatik. Ketika terstimulasi, saraf tersebut menyebabkan kondisi stress dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, dan menurunkan aliran darah ke kulit.

  • Sintesis aldosterone. Aldosterone disekresikan oleh korteks adrenal ginjal dan berpengaruh pada homeostasis elektrolit dan ginjal dengan cara meningkatkan jumlah ENaC (epithelial sodium channel) di tubulus kolektivus sehingga menyebabkan reabsorbsi natrium meningkat. Aldosterone meningkatkan pelepasan catecholamine yang berperan dalam respon stress.

  • Retensi natrium ginjal.

  • Pelepasan hormon antidiuretik.

  • Vasokonstriksi pembuluh darah.

Kesimpulan

Setelah mengetahui efek RAAS pada tubuh, terlihat bahwa sistem tersebut dapat “dikendalikan” sebagai sasaran terapi antihipertensi. Obat golongan ACEI seperti Lisinopril dan Captopril bekerja dengan cara menghambat ACE sehingga angiotensin I tidak dapat menjadi angiotensin II. Obat golongan ARB seperti valsartan bekerja dengan cara berikatan dan menghambat reseptor angiotensin sehingga angiotensin tidak dapat berikatan dengan reseptornya dan menyebabkan tekanan darah naik.

Referensi:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29261862/#:~:text=The%20renin%2Dangiotensin%2Daldosterone%20system,for%20acute%20and%20chronic%20alterations.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3963752/

Post a Comment