Uji Bioekivalensi dan Kriteria Obat Untuk Uji Ekivalensi


Obat yang beredar di masyarakat harus terjamin efikasi (khasiat), keamanan, dan mutunya. Obat yang beredar di Indonesia sebagian besar adalah obat generik atau obat copy, yaitu obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi yang sama dengan obat inovator. Obat inovator telah melalui penelitian yang lengkap dan panjang untuk menjamin efikasi, keamanan, dan mutunya hingga dapat digunakan oleh masyarakat. Karena proses penemuan hingga dapat digunakan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup tinggi, obat inovator didaftarkan patennya sehingga industri lain tidak boleh memasarkan obat tersebut. Ketika paten tersebut habis barulah industri lain boleh untuk memproduksi dan memasarkannya. Industri yang memproduksi “copyan” dari obat inovator tersebut cukup melengkapi standar mutunya dengan salah satunya data uji ekivalensi untuk menjamin bahwa obat copy tersebut mirip dengan inovatornya dan diharapkan memiliki efek yang sama. Beberapa obat generik tertentu wajib dilakukan uji bioekivalensi. Daftar obat yang wajib dilakukan uji bioekivalensi tersebut dapat dilihat disini

Apa Itu Uji Ekivalensi?

Uji ekivalensi adalah uji in vitro dan/atau in vivo untuk menentukan kesetaraan keamanan, khasiat dan mutu antara obat yang diuji dengan obat yang dijadikan sebagai komparator. Uji Ekivalensi terdiri dari dua jenis, yaitu uji ekivalensi in vitro dan uji ekivalensi in vivo. Uji ekivalensi in vitro atau uji disolusi terbanding adalah uji disolusi komparatif untuk menunjukkan similaritas profil disolusi antara obat uji dengan obat komparator. Sedangkan uji ekivalensi in vivo atau uji bioekivalensi adalah uji bioavailbilitas atau farmakodinamik komparatif atau uji klinik komparatif yang dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara obat uji (obat copy) dengan obat komparator. Uji Bioekivalensi dilakukan dengan cara membandingkan profil kadar obat dalam darah atau urin atau profil farmakodinamik atau hasil uji klinik antara obat yang dibandingkan pada subjek manusia.

Bagaimana Obat Dikatakan Bioekivalen?

Dua obat disebut bioekivalen bila mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga diharapkan memiliki efek yang sama baik secara efikasi maupun keamanannya. Ekivalensi farmasetik adalah jika kedua obat mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah dan bentuk sediaan yang sama. Sedangkan yang disebut alternatif farmasetik adalah jika kedua obat mengandung active moiety yang sama namun berbeda bentuk kimia (garam, ester, eter, isomer, campuran isomer, kompleks, atau derivat) atau bentuk sediaan atau kekuatannya.

Bagaimana Kriteria Obat yang Memerlukan Uji Bioekivalensi?

Obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo atau bioekivalensi adalah sebagai berikut:
  1. Obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik dengan salah satu atau lebih kriteria berikut:
    1. Indeks terapi sempit, kurva dosis-respon yang curam, misal: digoksin, antiaritmia, antikoagulan, obat-obat sitostatik, litium, fenitoin, siklosporin, sulfonilurea, dan teofilin.
    2. Obat untuk kondisi serius yang memerlukan respon terapi yang pasti seperti obat antituberkulosis (OAT), antiretroviral, antimalaria, antibakteri, antihipertensi, antiangina, obat gagal jantung, antiepilepsi, dan anti asma.
    3. Obat yang terbukti memiliki masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan obat yang bersangkutan atau obat-obatan dengan struktur kimia atau formulasi yang mirip (tidak berhubungan dengan masalah disolusi), seperti absorbsi bervariasi atau tidak lengkap. Eliminasi presistemik yang tinggi, farmakokinetik nonlinear, sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan (misalnya kelarutan rendah, permeabilitas rendah, tidak stabil).
    4. Eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi bioekivalensi.
  2. Obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik seperti sediaan transdermal, supositoria, permen karet nikotin (nicotine gum), gel testosteron dan kontrasepsi subkutan.
  3. Obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik
  4. Obat kombinasi tetap (fix dose combination atau FDC) untuk bekerja sistemik yang salah satu atau lebih zat aktifnya memerlukan uji bioekivalensi.
  5. Obat bukan larutan untuk penggunaan non-sistemik dan dimaksudkan untuk bekerja lokal, bioekivalensi harus ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dermatofarmakoninetik komparatif dan/atau studi in vitro. Pada kasus tertentu dengan alasan keamanan dapat dilakukan pengukuran kadar obat dalam darah untuk melihat adanya absorbsi yang tidak diinginkan.

Untuk kasus poin 1 sampai 4, pengukuran kadar obat dalam plasma versus waktu cukup untuk membuktikan efikasi dan keamanannya. Jika tidak, studi klinik atau farmakodinamik dapat digunakan untuk membuktikan ekivalensi. Adapun obat yang termasuk dalam obat wajib BE dapat dilihat pada daftar obat wajib BE (klik disini)

Bagaimana Kriteria Obat yang Cukup Dilakukan Uji Disolusi Terbanding?

Obat di luar kriteria obat yang memerlukan uji bioekivalensi cukup dilakukan uji disolusi terbanding untuk membuktikan ekivalensinya. Kriteria lain obat yang cukup dilakukan uji disolusi terbanding adalah:

  1. Obat copy yang hanya berbeda kekuatan dan mempunyai sifat farmakokinetik yang linier, bila uji bioekivalensi telah dilakukan pada salah satu kekuatan (biasanya kekuatan tertinggi, kecuali dengan alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah). Uji disolusi terbanding dapat dilakukan antara obat yang telah diuji bioekivalensi dengan kekuatan lainnya berdasarkan perbandingan profil disolusi dengan ketentuan:
    1. Tablet lepas cepat. Uji disolusi terbanding dilakukan pada 3 medium pH yang berbeda, umumnya pH 1,2; 4,5; dan 6,8 kecuali terdapat justifikasi. Obat copy kekuatan lain dibuat oleh produsen yang sama di tempat produksi yang sama, jika:
      1. Memiliki formula (zat aktif dan eksipien) yang proporsional.
      2. Untuk zat aktif yang sangat poten (jumlah zat aktif relatif rendah, sampai dengan 10 mg per satuan dosis) jumlah dan jenis eksipien yang digunakan harus sama.
      3. Untuk zat aktif yang lebih besar, jumlah pengisi dapat dikurangi tapi jenis dan jumlah eksipien lainnya harus persis sama.
    2. Tablet/kapsul lepas tunda. Ketentuan jumlah zat aktif dan eksipien sama dengan tablet lepas cepat. Tablet lepas tunda atau tablet salut enterik dilakukan uji disolusi terbanding pada media asam (pH 1,2) selama 2 jam dilanjutkan dengan disolusi pada pH 6,8 atau menggunakan metode disolusi lain yang sesuai. Waktu sampling dalam media pH 6,8 dianjurkan pada menit ke-10, 15, 20, 30, 45, dan 60 setelah 2 jam pada media asam
    3. Kapsul berisi granul lepas lambat yang perbedaan kekuatannya ditunjukkan dengan jumlah granul yang mengandung zat aktif maka perbandingan profil disolusi cukup dilakukan pada satu kondisi uji yang direkomendasi.
    4. Tablet lepas lambat yang memiliki formula yang proporsional dan memiliki mekanisme pelepasan obat yang sama dengan kekuatan yang sudah bioekivalen cukup dilakukan uji disolusi terbanding dalam 3 pH yang berbeda (antara 1,2 dan 7,5) dengan metode uji yang direkomendasi.
  2. Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmasetik (Biopharmaceutic Classification System = BCS) obat sediaan lepas cepat yang cukup dilakukan uji disolusi terbanding adalah:
    1. Obat dengan kelarutan dalam air tinggi dan permeabilitas dalam usus tinggi (BCS kelas 1)
    2. Obat dengan permeabilitas dalam usus tinggi namun kelarutan dalam air rendah (BCS kelas 2) dengan syarat disolusi cepat pada PH 6,8 dan memiliki profil disolusi yang mirip dengan obat komparator pada PH 1,2; 4,5 dan 6,8.
    3. Obat dengan kelarutan dalam air tinggi tetapi permeabilitas dalam usus rendah (BCS kelas 3) dengan syarat disolusi sangat cepat pada pH 1,2; 4,5 dan 6,8 serta obat tidak mengandung eksipien yang dapat mengubah motilitas dan/atau permeabilitas saluran pencernaan.
    4. Ketentuan di atas tidak berlaku jika: obat termasuk indeks terapi sempit; sediaan untuk diabsorbsi di rongga mulut; mengandung eksipien yang dapat mempengaruhi absorbsi zat aktif, seperti sorbitol, manitol, sodium lauryl sulfate, dan sufaktan lainnya.
  • Kelarutan dalam air tinggi jika obat larut dalam ≤ 250 ml air pada kisaran pH 1,2 sampai 6,8 pada suhu 37 ± 1.
  • Permeabilitas dalam usus tinggi jika absorbsi pada manusia ≥ 85% dibandingkan dosis intravena dari pembandingnya.
  • Disolusi sangat cepat jika ≥ 85% melarut dalam waktu ≤ 15 menit menggunakan alat disolusi tipe basket pada 100 rpm atau paddle pada 50 rpm (dapat dilakukan pada 75 rpm bila terjadi coning) dalam volume ≤ 900 ml. Disolusi cepat bila dalam waktu 30 menit.

Adakah Obat yang Tidak Memerlukan Uji Ekivalensi?

Obat tidak memerlukan uji ekivalensi jika:

  1. Obat copy intravena sebagai larutan dalam air dengan zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dengan obat komparator.
  2. Obat copy untuk penggunaan parenteral lain (selain intravena) sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang sama atau mirip dalam kadar yang sebanding dengan obat komparator. Eksipien tertentu seperti buffer, pengawet dan antioksidan dapat berbeda asalkan tidak mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi obat tersebut.
  3. Obat copy berupa larutan oral seperti sirup, eleksir, tingtur, atau bentuk larutan lain tetapi bukan suspensi yang mengandung zat aktif dalam kadar molar yang sama dengan obat komparator, dan eksipien yang digunakan tidak mempunyai efek terhadap saluran cerna sehingga tidak mempengaruhi absorbsi dan stabilitas zat aktif dalam saluran cerna.
  4. Obat copy berupa serbuk untuk dilarutkan dan larutannya memenuhi persyaratan nomor 1-3.
  5. Obat copy berupa gas
  6. Obat copy berupa sediaan tetes mata atau telinga sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding. Eksipien tertentu seperti buffer, pengawet dan antioksidan dapat berbeda asalkan tidak mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi obat tersebut.
  7. Obat copy berupa sediaan topikal sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.
  8. Obat copy berupa larutan untuk aerosol, berupa inhalasi nebulizer atau semprot hidung, yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis sama, sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding. Obat tersebut boleh memasukkan eksipien lain asalkan penggunaannya diperkirakan tidak akan mempengaruhi keamanan dan/atau efikasi obat tersebut.

Berikut tadi adalah sedikit ulasan mengenai uji bioekivalensi dan kriteria obat yang harus dilakukan uji bioekivalensi atau cukup dilakukan uji disolusi terbanding atau bahkan obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi. Terima kasih telah membaca dan semoga bermanfaat.

Referensi: PerkaBPOM

Related Posts

Post a Comment