Di masa pandemi Covid-19 ini sering terdengar istilah Emergency Use Authorization atau yang biasa disingkat menjadi EUA. Lalu apa sih sebenarnya EUA itu?
Emergency Use Authorization adalah
pemberian persetujuan penggunaan darurat obat oleh Kepala BPOM selama kondisi
kedaruratan kesehatan masyarakat. Ketentuan pemberian EUA ini tertuang dalam
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 tahun 2020 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017
tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Pemberian Emergency Use
Authorization ini bertujuan untuk mendukung percepatan ketersediaan obat di
Indonesia untuk penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Persetujuan penggunaan darurat
atau Emergency Use Authorization ini hanya berlaku untuk penggunaan obat
selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat. Industri farmasi yang memiliki
persetujuan penggunaan darurat ini wajib untuk bertanggung jawab terhadap mutu
obat, melakukan uji klinik lanjutan untuk memastikan efektivitas dan
keamanannya, melakukan pemantauan farmakovigilans dan pelaporan efek samping
obat ke BPOM, serta melaporkan realisasi importasi, produksi, dan distribusi
obat ke BPOM.
Lalu apa bedanya Emergency Use Authorization dengan NIE?
Seperti yang kita ketahui bahwa
pengembangan obat membutuhkan waktu yang sangat lama mulai dari penelitian
hingga mendapatkan izin edar untuk dapat digunakan oleh masyarakat. Di masa
pandemi melawan Covid-19 yang merupakan penyakit baru dengan penelitian yang
terus dilakukan dan informasi mengenai penyakit tersebut yang masih terbatas,
maka dibutuhkan langkah cepat namun dengan tetap mempertimbangkan aspek
khasiat, keamanan, dan mutu. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan
skema Emergency Use Authorization yang mempertimbangkan risk and
benefit serta dapat dilakukan peninjauan kembali oleh BPOM apabila terdapat
data-data baru. Obat dengan Emergency Use Authorization ini tidak
memiliki Nomor Izin Edar seperti obat pada umumnya yang memiliki nomor
registrasi DKLxxxxxxxxxxxx, DKIxxxxxxxxxxxx dan lain-lain, namun berupa nomor
surat persetujuan. Seiring berkembangnya waktu BPOM mengeluarkan nomor EUA obat dengan format seperti obat pada umumnya tetapi 3 digit pertama menggunakan huruf "EUA". Sehingga pada daftar produk EUA yang terdapat di bagian bawah artikel ini terdapat dua jenis nomor persetujuan yang masih menggunakan nomor surat dan EUAxxxxxxxxxxxx.
Sampai kapan masa berlaku Emergency Use Authorization?
Berbeda dengan izin edar biasa
yang umumnya berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang sebelum masa izin
edarnya habis, Emergency Use Authorization berlaku selama kondisi
kedaruratan kesehatan masyarakat. Meskipun terlihat sangat “menggiurkan” bagi
industri farmasi karena dapat memperoleh izin dengan lebih cepat, namun
terdapat “ketidakpastian” sampai kapan Emergency Use Authorization
tersebut berlaku dan dapat dicabut oleh BPOM apabila terdapat data-data baru
terkait khasiat dan keamanannya seperti pada kasus Chloroquine dan
Hydroxychloroquine. Sesuai dengan Penjelasan Badan POM RI tentang Pencabutan Emergency
Use Authorization Hidroksiklorokuin dan Klorokuin untuk Pengobatan COVID-19
yang dapat diakses melalui link https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/121/PENJELASAN-BADAN-POM-RI-TENTANG-Pencabutan-Emergency-Use-Authorization-Hidroksiklorokuin-dan-Klorokuin-untuk-Pengobatan-COVID-19.html
, hasil evaluasi BPOM bersama tim ahli dan organisasi profesi kesehatan
menunjukkan bahwa penggunaan hydroxychloroquine dan chloroquine pada pengobatan
Covid-19 memiliki risiko yang lebih besar dari pada manfaatnya. Hal ini
berdasarkan laporan yang diterima BPOM terkait hasil penelirian selama empat
bulan di tujuh rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan dari 213 kasus yang
mendapatkan hydroxychloroquine atau chloroquine diketahui bahwa 28,2% mengalami
gangguan ritme jantung berupa perpanjangan interval QT. Meskipun Emergency
Use Authorization untuk obat tersebut telah dicabut oleh BPOM, bukan
berarti obat tersebut tidak boleh lagi digunakan, harus dilihat dulu apakah
obat tersebut masih memiliki izin edar untuk indikasi lain, karena pencabutan Emergency
Use Authorization adalah pencabutan izin untuk penggunaan dalam pengobatan
covid di Indonesia bukan pelarangan obat untuk beredar di Indonesia. Untuk
hydroxychloroquine saat ini masih diizinkan digunakan untuk indikasi systemic
lupus erythematosus (SLE), sehingga bagi industri farmasi yang telah
memiliki izin edar hydroxychloroquine dengan indikasi systemic lupus
erythematosus tetap dapat mengedarkan hydroxychloroquine tersebut dengan
menghilangkan indikasi Covid-19 pada kemasannya. Sedangkan untuk chloroquine
karena izin edar sebelumnya sebagai anti malaria telah dicabut oleh BPOM, maka
obat tersebut tidak dapat diedarkan lagi di Indonesia sampai adanya indikasi
yang disetujui oleh BPOM.
Obat apa saja yang saat ini telah
memperoleh Emergency Use Authorization?
Obat-obat yang memperoleh Emergency
Use Authorization dapat terus bertambah seiring dengan adanya
penelitian-penelitian terbaru sebagai upaya menemukan terapi yang efektif untuk
penanggulangan pandemi Covid-19 ini. Terdapat beberapa obat yang sudah
memperoleh Emergency Use Authorization baik obat yang diproduksi lokal
dalam negeri maupun obat impor. Berikut obat yang memiliki Emergency
Use Authorization berdasarkan penelusuran melalui cekbpom.pom.go.id:
No. |
Nama Produk |
Zat Aktif |
Nomor Registrasi |
Pendaftar |
Tanggal Terbit |
1 |
Favipiravir |
Favipiravir |
T-RG.01.03.32.323.09.20.05293/NE |
Kimia Farma |
26 September 2020 |
2 |
Avigan |
Favipiravir |
T-RG.01.03.32.322.09.20.04584/NE |
Beta Pharmacon |
3 September 2020 |
3 |
Covifor |
Remdesivir |
EUA2118603744A1 |
Amarox Pharma Global |
19 Februari 2021 |
4 |
Covifor |
Remdesivir |
EUA2154000544A1 |
Amarox Pharma Global |
19 Februari 2021 |
5 |
Remdac |
Remdesivir |
T-RG.01.03.32.323.10.20.05580/NE |
Kimia Farma |
9 Oktober 2020 |
6 |
Jubi-R |
Remdesivir |
EUA2157800144A1 |
Dexa Medica |
19 Februari 2021 |
7 |
Desrem |
Remdesivir |
EUA2140401244A1 |
Indofarma |
19 Februari 2021 |
8 |
Cipremi |
Remdesivir |
T-RG.01.03.32.323.10.20.05656/NE |
Soho Industri Pharmasi |
11 Oktober 2020 |
9 |
Remidia |
Remdesivir |
T-RG.01.03.32.323.10.20.05772/NE |
Darya-Varia Laboratoria |
19 Oktober 2020 |
10 |
Covigon |
Favipiravir |
EUA2157700117A1 |
Mersifarma Tirmaku Mercusana |
4 Februari 2021 |
Selain sepuluh produk obat
tersebut saat ini BPOM juga telah mengeluarkan Emergency Use Authorization untuk
vaksin Covid-19 sebagai berikut:
No. |
Nama Produk |
Komposisi |
Nomor Registrasi |
Pendaftar |
Tanggal Terbit |
1 |
Coronavac |
Inactivated SARS-Cov-2 Virus |
EUA2057300143A1 |
Bio Farma |
11 Januari 2021 |
2 |
Vaksin Covid-19 |
Inactivated SARS-Cov-2 Virus |
EUA2102907543A1 |
Beta Pharmacon |
16 Februari 2021 |
3 |
Covid-19
Vaccine AstraZeneca |
Recombinant Adenovirus (Chadox1) Vector-SARS-Cov-2 |
EUA2158100143A1 |
AstraZeneca |
22 Februari 2021 |
Tentunya kita sama-sama berharap dengan adanya persetujuan penggunaan beberapa obat dan vaksin dalam kondisi darurat ini dapat mempercepat penanganan pandemi Covid-19 sehingga aktivitas masyarakat dapat berjalan normal kembali.
Post a Comment