Jenis-jenis Registrasi Obat

 

Obat yang diedarkan di Indonesia baik obat produksi lokal maupun obat impor wajib memiliki Nomor Izin Edar (NIE). Nomor Izin Edar tersebut menjadi bukti bahwa obat telah dilakukan penilaian dan memenuhi persyaratan BPOM untuk dapat diedarkan secara legal di Indonesia. Untuk mendapatkan izin edar tersebut Industri Farmasi pendaftar atau pemilik produk harus melakukan proses registrasi di BPOM. Kriteria dan tata laksana registrasi obat ini diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 peraturan ini sering disebut sebagai “buku cokelat” atau “bucok”.


Buku coklat registrasi

Lalu apa saja jenis-jenis registrasi obat itu?

Nomor Izin Edar ini seperti “KTP” produk tersebut. Seperti KTP, izin edar juga dapat dilakukan pengajuan baru, perpanjangan, dan perubahan data. Dalam buku cokelat jenis-jenis atau kategori registrasi obat yang dapat dilakukan oleh industri farmasi adalah sebagai berikut:

  1. Registrasi baru, dilakukan untuk produk yang belum memiliki izin edar atau sudah pernah memiliki izin edar namun tidak diperpanjang hingga melewati batas akhir masa izin edar.
  2. Registrasi ulang (renewal), dilakukan untuk produk yang telah memiliki izin edar dan dilakukan perpanjangan izin edar sebelum berakhirnya masa izin edar. Permohonan registrasi ulang diajukan paling cepat dua belas bulan dan paling lambat dua bulan sebelum berakhir masa berlaku izin edarnya kecuali apabila renewal tanpa variasi maka dapat dilakukan paling lambat satu bulan sebelum berakhir masa berlaku izin edarnya.
  3. Registrasi variasi, dilakukan untuk produk yang masih aktif izin edarnya namun terdapat perubahan dari data yang telah disetujui BPOM sebelumnya. Registrasi variasi terdiri dari 3 macam yang dibedakan berdasarkan berat ringannya perubahan yang dilakukan, yaitu variasi mayor, variasi minor, dan variasi notifikasi. Perbedaan antara ketiga registrasi variasi tersebut akan kita bahas lebih detail pada artikel lain.

Bagaimana bila industri melakukan makloon atau kontrak produksi di industri lain?

Produk obat yang dilakukan makloon tersebut tetap harus diregistrasikan oleh pemberi kontrak sebagai pendaftar dengan syarat memiliki paling sedikit satu fasilitas produksi yang telah bersertifikat CPOB dan memiliki perjanjian kontrak dengan maklooner. Kontrak produksi di sini dapat berupa kontrak produksi seluruh tahapan pembuatan maupun sebagian tahapan pembuatan saja. Keterangan ini juga nantinya harus tercantum pada kemasan obat, sehingga sering kita lihat dalam kemasan tertulis “Diproduksi oleh PT. ABCD untuk PT. EFGH” atau “diproduksi oleh PT. IJKL dikemas oleh PT. MNOP”. Kontrak produksi ini juga diperbolehkan untuk diproduksi pada lebih dari satu tempat produksi dengan memberikan justifikasi yang kuat, dengan syarat tidak terdapat perbedaan formula dan spesifikasi produk antara tempat produksi satu dengan lainnya.

Bagaimana untuk obat impor?

Obat impor yang dapat diregistrasikan meliputi obat impor dalam bentuk produk ruahan maupun produk jadi. Untuk melindungi obat produksi lokal dan mengurangi ketergantungan impor, registrasi obat impor diutamakan dilakukan untuk: i) obat program kesehatan nasional (ditetapkan oleh instansi pemerintah penyelenggara program kesehatan nasioanl), ii) obat penemuan baru, iii) obat yang dibutuhkan namun tidak dapat diproduksi dalam negeri. Obat penemuan baru dapat berupa obat yang masih dalam perlindungan paten atau obat originator (obat yang pertama kali diberi izin edar di Indonesia). Sedangkan obat yang tidak dapat diproduksi dalam negeri dapat berupa tidak terdapat fasilitas di Indonesia, terdapat fasilitas di Indonesia namun kapasitasnya tidak mencukupi, obat yang kebutuhannya sedikit (misalnya untuk penyakit serius dan langka atau orphan drug), maupun industri multinasional yang produksinya tersentral di luar negeri dengan menunjukkan perimbangan kegiatan ekspor dan impor. Industri farmasi yang akan melakukan impor harus memiliki persetujuan tertulis dari industri pengekspor, kecuali untuk perusahaan afiliasi. Terhadap obat impor yang diregistrasikan, secara bertahap harus dilakukan alih teknologi agar dapat diproduksi di dalam negeri.

Apakah registrasi obat yang masih dilindungi paten dapat dilakukan?

Registrasi obat dengan zat aktif yang dilindungi paten di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh pendaftar pemilik hak paten (yang dibuktikan dengan sertifikat paten) dan pendaftar yang ditunjuk oleh pemilik hak paten. Registrasi Obat Generik Pertama dengan Zat Aktif yang masih dilindungi paten di Indonesia dapat diajukan oleh Pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri dapat mulai melakukan pengajuan registrasi obat lima tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten, namun izin edar akan diberikan setelah habis masa perlindungan paten. Industri farmasi pendaftar juga harus meyerahkan dokumen seperti informasi tanggal berakhirnya masa perlindungan paten dari instansi yang berwenang serta menyerahkan data ekivalensi dan/atau data lain untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan dan mutu.

Bagaimana registrasi obat lisensi?

Registrasi obat lisensi hanya dapat dilakukan oleh pendaftar yang telah mendapatkan penunjukan dari pemberi lisensi berupa perjanjian lisensi. Pemberi lisensi dapat berupa industri farmasi maupun badan riset baik di dalam atau di luar negeri.

Bagaimana bila Industri Memiliki Obat Generik dan Obat Generik Bermerek dengan Zat Aktif yang Sama?

Apabila suatu industri farmasi telah memiliki obat generik bermerek dengan zat aktif yang sama, maka obat generik yang diregistrasikan harus dibuat dengan formula, sumber bahan baku, spesifikasi obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan menggunakan fasilitas produksi yang sama. Spesifikasi yang dimaksud di atas meliputi ukuran, bentuk, warna, aroma, dan rasa. Karena tidak terdapat perbedaan antara generik dan bermerek, dokumen registrasi yang sama dapat digunakan untuk registrasi produk generik dan bermereknya, dengan menyertakan pernyataan kesamaan produk generik dan bermerek, serta melampirkan desain kemasannya.

 

Referensi:

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

Post a Comment