Mengapa obat A batas kadaluarsanya hanya dua tahun sedangkan obat B bisa lima tahun?
Mengapa sekarang obat C kadaluarsanya jadi dua tahun padahal sebelumnya sudah empat tahun?
Data stabilitas obat D sudah enam bulan, bisa nggak batas kadaluarsanya dua tahun?
Pertanyaan-pertanyaan di atas
sering terlontar ke unit regulatory sebagai bagian yang bertanggung jawab untuk
mendaftarkan registrasi produk. Batas kadaluarsa menjadi hal penting yang
selalu ditanyakan terutama dalam pengembangan produk, karena berkaitan dengan
waktu transportasi obat mulai dari obat tersebut dibuat di plant hingga
diterima konsumen. Teman-teman di apotek pun akan memilih produk yang
kadaluarsanya masih lama untuk mengurangi risiko kerugian obat kadaluarsa.
Mengingat pentingnya batas kadaluarsa tersebut, pada artikel kali ini akan kita
coba uraikan bagaimana BPOM menentukan batas kadaluarsa yang diberikan untuk
obat yang sedang diregistrasikan.
Kadaluarsa produk tergantung dari
stabilitas produk tersebut. Batas kadaluarsa ini menjadi jaminan bagi konsumen
bahwa produk yang ia beli masih berkualitas hingga batas kadaluarsa yang
tertera dalam kemasan asalkan kemasannya tidak rusak. Industri farmasi dapat
mengajukan kadaluarsa produk kepada BPOM pada saat proses registrasi
berdasarkan data stabilitas produk jadi yang telah dilakukan. Dalam melakukan
evaluasi data stabilitas tersebut BPOM menggunakan acuan ASEAN Guideline on
Stability Study of Drug Product. Oleh karena itu, artikel ini juga menggunakan
ASEAN Guideline tersebut sebagai dasar.
Proses registrasi produk di BPOM
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu registrasi baru, registrasi ulang
(renewal) dan registrasi variasi. Pada saat proses registrasi produk
baru melalui jalur registrasi baru, ketika persetujuan izin edar dikeluarkan
BPOM juga memberikan persetujuan batas kadaluarsa produk yang diperbolehkan.
Batas kadaluarsa produk ini harus tercantum pada kemasan primer dan sekunder.
Untuk produk-produk baru biasanya batas kadaluarsa yang diberikan masih
sebentar, umumnya selama dua tahun, bahkan bisa kurang apabila data
stabilitasnya memang belum mencukupi. Industri dapat mengajukan perpanjangan
batas kadaluarsa produk ketika data stabilitas yang dimiliki sudah mencapai
batas stabilitas yang diajukan, misalnya bila akan dinaikkan menjadi tiga tahun
maka harus memiliki data stabilitas hingga tiga tahun (36 bulan). Industri juga
dapat mengajukan permohonan pengurangan batas kadaluarsa produk apabila selama
proses pemantauan stabilitas produk didapatkan bahwa produk kurang stabil.
Penambahan maupun pengurangan batas kadaluarsa produk tersebut dapat diajukan
saat registrasi ulang untuk memperpanjang izin edar, maupun saat registrasi
variasi ketika terdapat perubahan yang mempengaruhi stabilitas produk.
Selama perjalanan produk sangat
dimungkinkan terjadinya perubahan dan pengembangan yang mempengaruhi stabilitas
produk seperti perubahan sumber bahan aktif, perubahan formula obat, perubahan
fasilitas produksi obat, perubahan kemasan obat (terutama kemasan primer), dan
lainnya. Perubahan dan pengembangan ini harus menjadi perhatian dari setiap
bagian yang terlibat untuk menimbang apabila dilakukan perubahan-perubahan
tersebut akan berdampak pada batas kadaluarsa yang telah disetujui oleh BPOM. Perubahan-perubahan
tersebut sangat mempengaruhi stabilitas obat, sehingga harus dilakukan uji
stabilitas yang baru untuk perubahan tersebut. Apabila suatu produk telah
memiliki batas kadaluarsa yang lama, misalnya lima tahun, maka perubahan
tersebut dapat berakibat pada turunnya batas kadaluarsa produk karena data
stabilitas yang baru belum mencapai lima tahun.
Bagaimana data stabilitas yang dapat digunakan untuk submit proses registrasi?
Pada proses pengembangan produk baik variasi maupun obat baru umumnya dilakukan terlebih dahulu pada skala pilot. Data stabilitas skala pilot ini dapat digunakan untuk proses registrasi produk. Berdasarkan ASEAN Guideline bahwa data stabilitas yang dapat digunakan untuk proses registrasi produk adalah sebagai berikut:
- New Chemical Entity (NCE) yaitu untuk obat dengan zat aktif baru maupun obat yang belum pernah diregistrasikan di Indonesia, maka harus menggunakan data stabilitas paling tidak tiga batch awal dari produk tersebut
- Obat generik (obat yang sudah diregistrasikan di Indonesia) dan variasi apabila termasuk sediaan konvensional seperti tablet immediate release, dan obat yang dikenal stabil, dapat menggunakan paling tidak data stabilitas skala pilot sebanyak dua batch
- Obat generik dan variasi yang termasuk sediaan non-konvensional seperti tablet lepas lambat, dan obat yang dikenal kurang stabil, dapat menggunakandata stabilitas tiga batch awal. Dua dari tiga batch tersebut paling tidak pada skala pilot, batch ketiga dapat menggunakan besar batch yang lebih kecil namun harus dengan justifikasi yang kuat.
Berdasarkan uraian di atas, perlu
menjadi perhatian bagi plant dan RnD, karena bila data stabilitas pilot sudah
lebih dari 24 bulan, maka batas kadaluarsa dapat diajukan untuk dinaikkan lebih
dari 24 bulan. Uji stabilitas harus dilakukan pada masing-masing besar kemasan
dan kekuatan, kecuali bila dilakukan bracketing atau matrixing.
Berapa minimal waktu stabilitas yang dapat disubmit?
Umumnya terdapat dua jenis uji
stabilitas yang dilakukan untuk menentukan batas kadaluarsa obat, yaitu
stabilitas diikuti (dilakukan pada kondisi penyimpanan yang tertera pada
informasi produk) dan stabilitas dipercepat (dilakukan pada kondisi yang lebih
ekstrim dari pada yang tertera pada informasi produk). Minimal waktu stabilitas
yang dapat disubmit tergantung dari jenis produk dan kemasan yang digunakan,
yaitu sebagai berikut:
Bagaimana menentukan batas kadaluarsa berdasarkan data stabilitas yang dimiliki?
Untuk melakukan evaluasi batas
kadaluarsa produk (selain produk beku) dari data stabilitas yang telah dimiliki
dapat ditentukan melalui bagan berikut:
Berdasarkan bagan tersebut dapat
diketahui bahwa apabila data stabilitas memenuhi syarat hingga bulan keenam,
maka batas kadaluarsa yang diberikan dapat mencapai 2 kalinya namun tidak boleh
melebihi X + 12 bulan. Bila obat harus disimpan dalam refrigerator batas
kadaluarsa yang diberikan dapat mencapai 1,5 kalinya namun tidak melebihi X + 6
bulan. Inilah yang menjadi dasar untuk mendapat batas kadaluarsa 24 bulan
minimal data stabilitas yang harus disubmit adalah 12 bulan.
Demikian informasi singkat mengenai penentuan batas stabilitas obat, semoga dapat menambah wawasan kita semua dan menjadi perhatian dalam proses pengembangan produk. Sampai jumpa di artikel-artikel saya yang lainnya.
Referensi:
ED obat biasanya dihitung dengan rumus MD+shelf life. Apakah ada guideline yang menjelaskan kapan sebenarnya MD itu mulai dihitung?
ReplyDeleteKarena beberapa regulasi meminta rounding down, namun beberapa jg masih menerima perhitungan normal. Sebagai contoh:
MD: Mar 2021
SL: 24 bulan
Kapan ED nya?
Apakah Mar 2023 atau Feb 2023?
Karena kalau kita perhatikan beberapa manufacturer besar (MNC) melakukan rounding down menjadi Feb 2023?
Apakah ada guideline resmi nya?
Terima kasih.
Salam sharing
Sebelumnya terima kasih atas kunjungannya di blog saya pak Muchtar Affandi,
DeleteSepemahaman saya penulisan ED jika hanya dituliskan bulan maka berarti pada bulan dapat digunakan hingga tanggal terakhir bulan tersebut, sehingga apabila dituliskan ED Mar 2023, pasien dapat menggunakan hingga tanggal 31 Maret 2023, sedangkan produksi dilakukan sebelum tanggal tersebut. jadi ada risiko pasien menggunakan obat diluar SL yang disetujui (lebih dari 24 bulan).
Untuk guideline resminya sendiri saya belum menemukan pak harus rounding down atau tidak, yg jelas kalau tidak rounding down ada kemungkinan pasien menggunakan obat lebih dari 24 bulan setelah obat diproduksi.
Apakah hubungan antara shelf life dengan beyond use date?
ReplyDeleteHalo Bu Nastia, terima kasih sudah berkunjung.
DeleteShelf life atau batas kadaluarsa atau expired date berlaku untuk kemasan yang belum dibuka, sedangkan untuk sediaan multidose seperti sirup atau tablet dalam botol ketika kemasan sudah dibuka maka batas ED yang tertulis di kemasan tidak berlaku lagi sehingga setelah kemasan dibuka yang berlaku adalah BUD (Beyond Use Date). BUD atau batas setelah kemasan dibuka ini seharusnya sudah tercantum dalam kemasan obat. Konsumen harus dapat membedakan kapan melihat ED dan BUD. Untuk lebih jelasnya mengenai BUD ini dapat dibaca pada tulisan saya https://belajarapoteker.blogspot.com/2021/01/in-use-stability-stabilitas-setelah.html
terima kasih
Apa yang menyebabkan suatu sediaan farmasi, memiliki wakt umur simpan atau shelf life yang berbeda-beda walaupun mengandung zat aktif yang sama?
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung. Shelf life sediaan farmasi disini adalah shelf life untuk produk. Sehingga walaupun mengandung zat aktif yang sama, tidak menjamin stabilitas produk memberikan hasil yang sama, karena setiap produk memiliki formula, proses pembuatan, kemasan dan faktor lain yang mempengaruhi stabilitasnya. Penting bagi konsumen untuk melihat ED yang tercantum dalam kemasan, karena ED obat tidak dapat dipukul rata untuk zat aktif yang sama.
ReplyDelete