Setelah pada artikel sebelumnya kita bahas mengenai bahan halal dan fasilitas produksi halal untuk proses produksi halal, kali ini kita bahas mengenai produk halal. Meskipun bahan dan fasilitas produksinya telah dijamin kehalalannya, namun tidak otomatis produk yang dihasilkan menjadi produk halal atau dapat disertifikasi halal. Lalu bagaimana kriteria produk yang dapat atau tidak dapat memperoleh sertifikasi halal tersebut? Berikut uraiannya.
- Nama produk
- Nama produk tidak boleh mengarah kepada hal-hal yang haram atau negatif. Nama produk yang tidak memenuhi syarat halal tersebut tidak dapat disertifikasi halal namun belum tentu haram. Nama produk tidak boleh menggunakan nama minuman beralkohol seperti rootbeer, bir 0% alkohol, atau minuman dengan rasa rhum raisin. Nama produk tidak boleh menggunakan nama babi dan anjing serta turunannya, seperti hotdog, beef bacon, babi panggang atau nasi anjing. Nama produk tidak boleh menggunakan nama setan, seperti rawon setan, es genderuwo, bakso pocong. Nama produk juga tidak boleh mengarah pada hal yang menimbulkan kekufuran seperti biskuit natal, kue Gong Xi Fa Cai. Nama produk pun tidak boleh menggunakan kata-kata yang berkonotasi erotis. Terdapat pengecualian untuk nama produk yang telah dikenal luas dan tidak mengandung bahan haram seperti bir pletok, bakpia, bakso, bakmi, bakpao. “Bak” dalam nama makanan tersebut awalnya memang menunjukkan berasal dari bahan daging babi, namun seiring dengan perkembangan zaman, makanan tersebut tidak menggunakan babi lagi, namun namanya tidak mengalami perubahan.
- Karakteristik atau profil sensori produk
- Produk yang dihasilkan tidak boleh memiliki karakteristik atau organoleptik yang mengarah kepada produk yang haram. Misalnya makanan atau minumal yang memiliki bau atau rasa seperti minuman beralkohol (khamr) meskipun sebenarnya tidak mengandung khamr tidak dapat disertifikasi halal.
- Bentuk produk
- Bentuk produk tidak boleh menyerupai babi, anjing ataupun hal yang bersifat erotis, vulgar atau porno.
- Merk/brand pada produk retail
- Untuk produk retail dengan merk/brand yang sama namun memiliki beberapa varian, maka semua varian tersebut harus didaftarkan halalnya, misalnya apabila terdapat merk Fermol dengan varian rasa strawberry dan jeruk, maka kedua varian tersebut harus disertifikasi halal. Apabila nantinya terdapat pengembangan produk (misalnya akan dibuat Fermol rasa anggur) maka varian baru tersebut harus disertifikasi halal sebelum diedarkan.
- Kadar ethanol
- Kadar ethanol yang diperbolehkan dalam produk akhir minuman adalah kurang dari 0,5%. Produk selain minuman (ready to drink) tidak terdapat pembatasan selama secara medis tidak membahayakan kesehatan seperti dalam jamu, kosmetik, dan obat. Namun seperti yang telah dibahas dalam tulisan saya yang lainnya mengenai bahan, alkohol yang digunakan tidak berasal dari industri khamr.
- Produk kosmetik
- Pewarna rambut dapat disertifikasi untuk semua warna. Untuk klaim waterproof harus disertakan hasil lulus uji laboratorium. Waterproof ini menjadi perhatian karena berkaitan dengan ibadah seperti wudhu. Produk yang waterproof ini dapat disertifikasi untuk produk yang penggunaan waktunya terbatas seperti sunblock dan disertai catatan yang jelas pada kemasan atau leaflet.
- Produk repacked
- Produk yang dikemas ulang atau dilabel ulang dapat disertifikasi halal dengan syarat produk awal bersertifikat halal MUI atau produk termasuk ke dalam halal positive list. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut produk repacked tetap dapat disertifikat halal namun bersamaan dengan produk awalnya. Untuk produk yang termasuk ke dalam halal positive list yang diproses dengan bahan penolong yang kritis harus dilengkapi dengan dokumen yang cukup.
Post a Comment